Rabu, 10 Oktober 2012

Islam Jamaah di balik pengadilan media massa

Pengarang : Ludhy Cahyana Penerbit : Benang Merah Harga : Rp 50.000,00 (Bebas Ongkos Kirim sebesar 1 KG dari total berat buku Untuk Wilayah Jabodetabek dengan pembelian diatas Rp 50.000,00 ; contoh : berat buku 2 KG maka pembeli hanya membayar ongkir sebesar 1 KG) Tahun Terbit : 2003 Halaman : 220 hlm Cover Belakang : BUuku yang anda pegang ini berusaha mengupas bagaimana media melakukan manipulasi fakta sehingga objek yang bernama Lemkari/LDII menjadi sasaran penjulukan, prasangksa, dan stereotype yang buruk. Bahkan kekerasan yang sifatnya fisik da psikologis. Ada pengadilan media massa disitu dan masyarakat akhirnya ikut menghujat mereka yang dianggap sesat itu. Dengan menggunakan media analisis wacana Teun van Dijk, rajutan kata dari wartawan dapat dibedah satu persatu. Untuk pemesanan harap menghubungi 085782856112 (SMS) Untuk melihat lebih lengkap tentang semua buku dan jurnal yang kami jual, silakan likes fan pages kami di facebook dengan nama Galeri JurBuk terima kasih :))



Pendahulu

A. Latar Belakang


Sejak tahun 1970-an hingga penghujung 1990, setiap penyebutan Islam Jama’ah kerap menghadirkan pelbagai macam prasangka yang selalu negatif. Akan tetapi, seiring dengan keterbukaan dan perubahan sikap masyarakat yang mulai menghargai  keberagaman, penyebutan Islam Jama’ah tak seburuk tahun-tahun itu - meski tak dapat ditampik prasangka buruk itu masih ada.

Kebanyakan masyarakat awam tak mengetahui, muasal penyebutan Islam Jama’ah yang sebenarnya telah ada sejak adanya  Islam itu sendiri. Uniknya penyebutan jama’ah menjadi lazim saat masuk ke Indonesia. Pasalnya selalu ada peristiwa yang bersifat politis yang membuntutinya. Sebut saja pada zaman pergerakan nasional. Pada saat itu terdapat Syarekat Dagang Islam yang juga gemar menyebut kata jama’ah.        Lalu pada jaman Presiden Soekarno berkuasa, DII/TII pimpinan Kartosuwiryo di Jawa barat dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan menggunakan kata-kata jama’ah, untuk pengikutnya.

Penyebutan Islam Jama’ah benar-benar mendatangkan “petaka” kira-kira pada akhir tahun 1970-an. Ketika itu terdapat organisasi yang bernama Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia atau Lemkari. Mulanya isu penyebutan Islam Jamaah itu berhembus karna mereka dianggap membawa ajaran baru dan mendirikan Negara Islam meski itu di bantah mati-matian oleh anggotanya. Sosok K. H. Nurhasan yang semula hanya seorang ulama pendiri Pesantren Burengan Kediri, seolah ikut menanggung derita dari isu itu. Ia dituduh mengembangkan ajaran sesat dan tempat-tempat pengajian sering diteror massa.

Tentu tiada asap tanpa api. Salah satu penyebab stigma negatif yang berkepanjangan terhadap mereka adalah pemberitaan media massa. Hal ini di topang dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masi rendah pada saat itu. Alhasil pemberitaan negatif mengenai Lemkari langsung di amini oleh masyarakat. Parahnya lagi, pemberitaan negatif itu terlanjur mengendap dalam benak masyarakat sehingga melahirkan prasangka.

Akibatnya, penyebutan jamaah pasti merujuk kepada Lemkari, bukan kepada Jama’ah Tabliq, Ahlussunnah Wal Jama’ah, Jama’ah Islamiyah ataupun Laskar Jihad. Dan informasi yang terpetik dari mereka selalu saja isunya sama : sesat menyesatkan.


Begitu dahsyatnya pengaruh media, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian, dan menuliskannya dalam bentuk buku : Islam Jama’ah di Balik Pengadilan Media Massa (Suatu Analisis Mengenai Pembunuhan Karakter Terhadap Lemkari/LDII)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar